Minggu, 12 Juni 2011

Pendekatan-Pendekatan Dalam Sistem Layanan

Pendahuluan
Salah satu aspek yang penting dalam rangka meningkatkan mutu pemasaran jasa maupun barang adalah sisitem pelayanan produsen kepada konsumen. Hal ini sangat menentukan jalanya pasar penjualan pada suatu produk baramg dan jasa.  Jika dalam pelayananya baik dan memuasakan pelanggan maka permintaan barang atau jasa meningkat. Sebaliknya jika dalam pelayanan penjualan barang atau jasa buruk dan tidak memuaskan maka pelanggan akan mengalami penurunan bahkan perusahaan atau lembaga bisa gulung tikar.
Oleh karena itu suatu perusahaan atau lembaga penyedia barang dan jasa harus memperhatikan sisitem-sistem layanan. Baik yang dalam sekala individu maupun kelompok. Dalam makalah ini memaparkan bebrapa pendekatan-pendekatan dalam sisitem layanan yang diterapakan pada perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga di berbagai tempat.

            Pendekatan-Pendekatan Dalam Sistem Layanan
Ada lima macam pendekatan yang dapat diterapkan daam rangka mendesaian suatu sistem jasa. Masing-masing pendekatan yang ada tidak harus bersifat mutually exclusive. Ini berati, suatu perusahaan jasa dapat menggunakan kombisasi dari beberapa pendekatan desain sisitem jasa, yaitu jasa personil lini, produksi, oprasi kontak tinggi dan tanpa kontrak langsung, partisioasi pelanggan dan swalayan.[1]
1.      Jasa personal (personalizet service)
Pendekatan ini didasari keyakinan bahwa jasa merupakan sesuatu yang sifatnya personal artinya dilakukan individu tertentu dan ditunjukkan kepada individu lainya. Oleh sebab itu, setiap pelanggan harus dilanyani secara personal sesuai dengan kebutuhanya masing-masing. Setiap karyawan diberi wewenang dan keleluasaan dalam bertindak guna melayani setiap pelanggan.
2.      Lini prodoksi
Melaliu pendekatan ini, jasa secara rutin disediakan dalam lingkungan yang terkendali untuk menjamin konsistensi kualitas dan efisiensi oprasi. Pada dasarnya pendekatan ini berusaha mengadaptasi konsep manufaktur kedalam sektor jasa. Ada beberapa karateristik yang menunjang keberhasilan pendekatan ini, diantaranya berikut ini.[2]
a.       Adanya keterbatasan karyawan dalam hal kebebasan bertindak. Pembatasan keleluasaan bertindak ini dimaksukan untuk mencaai keseragaman (setandadisai) dan konsisitensi dalam kualitas. Sebagai contoh jasa penyemprotan DDT untuk mencegah mewabahnya penyakit demam berdarah. Jasa ini perlu memiliki konsisitensi dalam kualitas, sehingga setipa pelanggan berharap akan jasa yang identik dimanpun ia berada dan siapa pun penyedia jasanya.
b.      Adanya pembagian kerja (devision of labor)
Pendekatan lini produksi menyarankan agar keseluruhan pekerjaan dibagi-bagi menjadi berbagai kelompok tugas. Masing-masing kelompok tugas membutuhkan sepesialisasi keterampilan karyawan. Dengan demikian, setiap karyawan hanya perlu memenuhi syarat keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tertentu.
c.       Menggatikan sumberdaya manusia dengan tekhnologi tertentu
Adanya kemajuan tekhnologi dan komputerisasi memungkinkan dilakukanya substitusi secara sisitematis dimana mesin atau peraatan tertentu akan menggantikan sumberdaya manusia. Hal ini sudah mulai banyak diterapkan, misalnya dalam industri perbankkan yang menggunakan ATM (Aoutomatic Teller Machines).
d.      Setandari jasa
Menu yang terbatas pada suatu restoran memungkinkan pelayanan dan ketersedianaan hidangan secara tepat dan efesien. Adanya pembatasan pilihan jasa memungkinkan usaha perencanaan dan prediksi lebih awal atas pelayannan dan permintaan pelanggan. Jasa akan menjadi proses rutin yang dilengkapi dengan tugas yang jelas dan aliran pelanggan yang tertur. Selain itu, setandardisasi juga bermanfaat akan menciptakan keseragaman kualitas jasa, karena itu proses jasa menjadi lebih mudah dikendalikan.

3.      Memisahkan operasi kontak tinggi dan oprasi tanpa kontak langsung dengan pelanggan
Pada produk berwujud barang fisik proses manufakturan berlangsung dalam suatu lingkungan yang terkendali. Proses desain barang tersebut dipusatkan pada upaya memciptakan proses konversi yang berkesinambungan dan efisien dari input menjadi produk akhir. Proses ini dilakukan tanpa adanya keterlibatan pelanggan sama sekali, kemudian menjadi bagaimana dengan jasa? Bukankah pelanggan ikut terlibat dalam proses jasa?
Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah memisahkan atau mengelompokkan sistem penyampaian jasa kedalam dua katagori, yaitu oprasi kontak tinggi dengan pelanggan dan oprasi tanpa kontak langsung. Oprasi tanpa kontak langsung (back office opration) dilaksanakan sebagiamana halnya pabrik manufaktur. Segala konsep manajeman produksi dan tekhnologi dan otomatisasi dapat diterapkan dalam oprasi ini.[3]
Adanya pemisahan sistem ini bisa memberikan dua manfaat pokok. Pertama, perusahaan dapat menciptakan persepsi personalize service bagi pelanggan. Kedua, perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melalui pemprosesan volume kerja.
Keberhasilan metode Memisahkan operasi kontak tinggi dan oprasi tanpa kontak langsung dengan pelanggan ini sangat tergantung pada dua faktor berikut ini.[4]
a.       Tingkat kontak dengan pelanggan
Kontak denga pelanggan berhubungan dengan kehadiran pelangan secara fisik dalam sistem jasa. Faktor ini dapat diukur berdasarkan presentase atau perbandingan antara waktu kehadiran pelanggan dalam sistem jasa dengan waktu total penyampaian suatu jasa. Pada sistem jasa yang memiliki tinggkat kontak tinggi, kehadiran dan partisipasi pelanggan sangat menentukan timing permintaan, sifat jasa, dan kualitas jasa. Hal ini berbeda dengan sistem jasa dengan tingkat kontak rendah, dimana pelanggan tidak hadir sehingga tidak banyak pengaruh terhadap proses penyampaian jasa.

Kontak Tinggi
1)      Jasa murni
Pusat pelayanan kesehatan, hotel, jasa angkutan umum, restora, sekolah, jasa personal (personal service)
2)      Jasa campuran (mixsed service)
Kantor cabang suatu bank, perusahaan komputer, real state dan tempat pemakaman (rumah pemakaman), pemanufakturan kuasi/semu kantor pusat suatu bank, instansi pemerintah, pusat penjualan grosir, dan kantor pos.
3)      Pemanufakturan
Pabrik-pabrik penghasi barang tahan lama dan perusahaan pertambangan.

Kontak Rendah
Tingkat kontak dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yakni kontak rendah, moderat, dan tinggi.[5]
1)      Kontak rendah
Jasa pos, angkutan truk dan toko mail-order
2)      Kotak moderat
Restoran, motel, pompa bensin dan swalayan
3)      Kotak tinggi
Jasa konseling, dokter gigi, transportasi penumpang dan toko eceran layanan penuh

b.      Pemisahan oprasi kontak tinggi dengan oprasi tanpa kontak langsung
Oprasi kontak tinggi membutuhkan karyawan yang terampil dalam menjalankan public relations. Misalnya, karyawan reservasi dan ticketing pesawat harus murah senyum dan komunikatif terhadap setiap calon penumpang. Sedangkan oprasi tanpa kontak langsung tidak harus secara fisik berhubungan langsung dengan pelanggan. Oleh karena itu, oprasi jenis ini dapat dijadwalkan agar dapat mencapai kapasitas optimum. Sebagai contoh, bagian penanganan bagasi dan petugas kebersihan pesawat dapat beroprasi seperti pabrik manufaktur.

4.      Partisipasi pelanggan
Sebagian besar beasar sistem jasa, pelanggan hadir pada saat jasa tersebut diberikan. Bahkan tidak jarang pelanggan juga memainkan peranan penting dalam meningkatkan produktivitas. Terlebih lagi apabila ada sebagian aktifitas jasa yang dapat dialihkan kepada pelanggan. Selain itu, partisipasi pelanggan juga dapat meningkatkan costumization. Berdasarkan tinggkat keterlibatan pelanggan, sistem penyampaian penyampaian jasa dapat dipandang dari dua titik ekstrim, yaitu swalayan (self-service) dan ketrgantunga penuh pada penyediaan jasa.
Secara umum ada dua macam kontribusi yang dapat diberikan pelanggan dalam suatu sistem penyampaian jasa, yaitu  sebagai berikut.[6]
a.       Menggantikan provider labor dengan customer labor
Hal ini tidak dapat terlepas dari perkembangan tekhnologi dan tuntutan perkembangan. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan pelanggan, misalnya penumpangan pesawat dan kapal laut yang membawa barang bawaanya sendiri (carry-on luggage), menggunakan fasilitas ATM di bank, dan lain-lain. Dengan demikian, pelanggan dapat bertindak atau berperan sebagai coproducer, sehingga jasa yang dibelinya menjadi relatif murah.
b.      Memperluas atau mengurangi variasi permintaan jasa
Salah satu karateristik jasa adalah tidak tahan lama atau tidak dapat disipan (prishability). Hal ini menimbulkan masalah dalam menangani permintaan, terutama apabila permintaannya bersifat fluktuatif. Beberapa jenis data yang permintaanya fluktatif adalah restoran (variasinya menurut jam perhari), bioskop (menurut hari), bis kota (menurut jam), dan lain-lain. Apabila masalah variasi permintaan ini dapat teratasi / dikurangi, maka kapasitas jasa yang dibutuhkan dapat ditekan, sehingga pemanfaatan kapasitasnya dapat lebih optimalndan pada giliranya berdampak pada peningkatan produktivitas jasa.
Guna menerapkan strategi mengurangi fariasi permintaan jasa, partisipasi pelanggan sangat dibutuhkan. Mereka perlu menyesuaikan saat permintaanya agar dapat disesuaikan dengan ketersediaan jasa. Metode yang sering digunakan antara lain sebagai berikut.[7]
1)      Sistem reservasi dan appointement
Pelanggan akan memperoleh manfaat, yakni terhindar dari natrian panjang dan tidak ada kapasitas waktu diayani. Metode ini banyak diterapkan oleh dokter, hotel, dan perusahaan penerbagan.
2)      Metode penetapan harga differential
Cara ini dilakukan untuk mendorong agar pelanggan memanfaatkan jasa pada waktu-waktu diluar jam sibuk. Dengan kata lain, untuk memindahkan sebagian permintaan puncak (sibuk) ke priode tidak sibuk. Misalnya, tarif yanglebih murah untuk sambungan interlokal dimalam hari dan pada hari besar/libur
3)      Mengelola atau memperkuat permintaan pada priode tidak sibuk, strategi ini bertujuan untuk meningkatkan permintaan pada priode permintaan tidsk sibuk, sehingga nantinya perbedaan permintaanya dengan priode puncaktidak terlalu tajam. Contoh perusahaan yang menerapkan strategi ini adalah Mc Donald’s, yang menawarkan sarapan Egg-McMuffin di pagi hari. Selain itu, ada beberapa hotel yang mengembangkan minivaction weekends.
4)      Mengembangkan jasa komplementer selama jam sibuk
Perusahaan jasa mencoba menawarkan alternatif tertentu kepada para pelanggan yang sedang menunggu untuk dilayani. Misalnya, bank menawarkan fasiita ATM agar tidak semua nasabah di depan loket pelayanan.

5.      Swalayan (self-service)
Dalam pendekatan ini, tingkat keterlibatan pelanggan sangat tinggi. Pelanggan berperan secara aktif dalam proses jasa. Misalnya di supermarket, pelanggan membawa sendiri kereta dorong atau kerajang yang kemudian diisi sendiri dengan bsrang belanjaanya yang dipilihny dari rak-rak pajangan. Lalu membawanya ke kasir untuk membayar transaksi yang ia lakukan. Contoh lain adalah pasien-pasien tertentusendiri yang mengisi catatan sendiri catatan medisnya dirumah sakit, dan pelanggan yang mengisi sendiri bensin yang dibutuhkan di pom bensin di swalayan.
Elemen-elemen yang terdapat dalam sistem penyerahan jasa terdiri dari sistem informasi pendukung dan bukti pendukung dan bukan pendukung, lokasi, lay out, dekorasi, kesenangan dan kebeahan karyawan, manajemen pelanggan, dan perlengkapan serta kebijaksanaan perusahaan. Elemen-elemen tersebut dilakukan secara tepat dan baik, yang akan memberikan beberapa pengaruh atau manfaat, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan, kepuasan dan kesetiaan karyawan meningkat, peningkatan rantai laba dan nilai serta tujuan-tujuan pelayanan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

Dilworth, James B. Oprations Management: Design Planning and Control For Manufacturing and Service. New York: Mc Graw-Hill, 1992.
 Fitzsimmons, James A. dan Robert S. Sullivan, Service Operation Management. New York: McGraw-Hill Book Company, 1982.
 Mona J, Fitzsimmons,  Servie Manajement For Compotitive Adventage. New York: McGraw-Hill Book, 1994.
Nasution, M. Nur, Manajemen Jasa Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.





[1] Fitzsimmons Mona J, Servie Manajement For Compotitive Adventage (New York: McGraw-Hill Book, 1994), 79
[2] M. Nur Nasution, Manajemen Jasa Terpadu (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), 27
[3] M. Nur Nasution, 28
[4] James A. Fitzsimmons dan Robert S. Sullivan, Service Operation Management (New York: McGraw-Hill Book Company, 1982), 154
[5] James B. Dilworth, Oprations Management: Design Planning and Control For Manufacturing and Service (New York: Mc Graw-Hill, 1992), 521
[6] M. Nur Nasution, 30
[7] M. Nur Nasution, 32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar